di sebuah bus ekonomi jurusan Surabaya-Semarang terdapati seorang bapak yang bersebelahan dengan anaknya
"yah, aku nggak bisa tidur, nggak ada AC-nya sih"
ayahnya yang katrok malah bertanya. "AC itu apa sih?"
"kalau nggak salah AC itu Air Compressor yah.."
"oalaahh air! jadi kamu mau tidur sambil basah-basahan?"
mendengar jawaban sang ayah, si anak merasa sangat menyesal dilahirkan dibumi ini.
"yah, aku nggak bisa tidur, nggak ada AC-nya sih"
ayahnya yang katrok malah bertanya. "AC itu apa sih?"
"kalau nggak salah AC itu Air Compressor yah.."
"oalaahh air! jadi kamu mau tidur sambil basah-basahan?"
mendengar jawaban sang ayah, si anak merasa sangat menyesal dilahirkan dibumi ini.
***
adalah terminal Terboyo. salah satu aset dari Kota Semarang.
saya sendiri sudah lebih dari sering untuk memijakkan kaki ditanahnya yang selalu becek. mungkin karena letaknya yang berada di dataran rendah. juga karena itu daerah yang berada di sekitar terminal dijuluki "semarang bawah"
seperti fungsi terminal pada umumnya, yaitu untuk menaik-turunkan penumpang, transit ataupun sebagai sarang kriminalitas ala masyarakat proletaar. baru-baru ini saya tersilaukan oleh "cahaya kecil" yang berada ditengah centang-perentang dan peluh keringat terminal.
dari sebuah WC umum berlantai licin dengan penjagannya yang hampir selalu mendendangkan musik melalui handphonenya. mungkin rasa penat sudah mengerubungi kepalanya.
dinding WC umum menempel padat pada sebuah mushola.
ini terminal ala negeri ini!.
jangan harap dapat menemukan tempat yang bersih nan nyaman untuk melepaskan lelah sejenak.
termasuk Mushola, yang seharusnya bersih dan menyenangkan untuk disinggahi.
dapat dilihat lantai keramik berkerak tebal sampai karpet-karpet berdebu menambah kesan kotor untuk ukuran tempat ibadah dan dibagian pojok beranda berjejalan saling menindih bangku-bangku kayu yang entah berguna untuk apa.
tentu saja didalam terminal itu ada saja yang menipu, mengambil barang kecil-kecilan (ngutil) atau mengambil barang dari pakaikan dengan cepat (copet). itu gambaran buruk dari terminal
yang jelas sebagian proses penyelenggaraan kegiatan terminal dikendalikan bersama-sama oleh masyarakat dengan bermacam kesepakatan tak tertulis untuk melindungi kepentingan bersama.
terakhir kalinya saya berada di terminal ini, saya menyerap banyak ilmu dan pengalaman hidup dari seorang penjual buku keliling.
buku yang ia bawa tak begitu banyak dan jenisnyapun tak beragam, hanya beberapa buku-buku ilmu tasawuf.
sayapun tertarik menggalinya. kenapa hanya buku-buku tasawuf?
jawabnya sederhana, "buku-buku ini kiriman dari Surabaya, dan saya sendiri gemar mempelajari ilmu tasawuf dari sebuah thariqat"
dalam satu hari buku-bukunya terjual empat sampai enam buah dan sore itu masih laku dua buah buku. "dina iki isih payu rong buku, mas" katanya kepada saya dalam bahasa jawa semarangan.
dari jawaban-jawaban sederhana bapak ini, saya mengurai panjang ilmu yang terkandung pada dirinya.
bahwa: bapak penjual buku ini tidak begitu merisaukan hasil kerjanya, tidak memusingkan isi dompet yang mengempis. karena menurutnya yang terpenting bukanlah hasil, melainkan "proses"
proses untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi mahkluk hidup disekitar, proses menjadi orang yang lebih baik dan bermakna. karena didalam proses terdapat ujian-ujian yang mendewasakan hati dan pikiran manusia.
langit semakin meredup. perbincangan kami terpotong oleh hari.
sayapun pamit bersama matahari.
* ditulis untuk penjual buku tersebut.
Komentar
Posting Komentar
PINERANG BLOG
TERBIT SEMAMPUNYA SEJAK 2008