AKU merasakan ada sepasang tanduk yang tumbuh terselip di kanan-kiri kepalaku. bentuknya menyerupai cula badak tapi berwarna merah dan lebih lancip.
TARUHAN, kalian pasti tak percaya bahwa dua malam terakhir aku tidur dengan seekor Serigala betina.
malam. satu-dua nafas kurasakan begitu bernafsu, baunya asing. tak seperti nafas-nafsu manusia diranjang prostitusi menengah.
tubuh kubaringkan miring, dia memelukku dari belakang, perutnya menempel dipunggungku, begitu halus.
mataku pelan-pelan menyorot belakang punggung dan tampaklah Serigala betina yang aktif mendenguskan nafasnya ditengkukku. kaki depannya ditekuk diatas lenganku dengan sesekali lidahnya menjulur menempel tengkuk untuk memberikan isyarat titik klimaksnya.
kudengar anjing-anjing melolong dijalanan depan rumah, suaranya begitu jalang waktu sampai ditelingaku. seperti supporter bola, mereka membuat kerusuhan dijalanan atau malah menyoraki Sang Ratu Serigala yang ada dibelakangku? entah.
yang kutahu, yang kupikirkan, yang terpusat dalam pikirku hanya keesokkan hari. hari dimana aku menentukan panjang-pendek umurku.
ya, selayaknya kebudayaan kerajaan. aku harus menunjukkan kekuatan dengan menundukkan lawan untuk sekedar ekspansi wilayah, memamerkan kekuatan atau memenuhi sumpah yang pernah dilaksanakan Gajahmada dalam "Sumpah Amukti Palapa"
aku harus perang esok hari!
esoknya.
pagi ini tak memenuhi persyaratan untuk disebut pagi.
pagi yang gelap, matahari seakan takut melihat pertempuran yang akan terjadi padaku. pikirku ini pasti perbuatan pawang hujan!. bagaimana tidak? awan gelap begitu tebal, serta angin meniupkan aba-aba siap menjatuhkan keringat, tapi pawang hujan berhasil menahannya dengan rapalan-rapalan jawa kuno.
namun, hatiku kecilku berbeda. pelan-pelan lubuk terdalam menyeruapkan suara ketakutan dan menguap sampai langit membuat matahari tak sampai hati menyaksikan kematianku hari ini.
terkadang percaya kata hati sama konyolnya dengan kiai-kiai sinetron yang berdakwah didalam kotak kaca itu! terkadang pula, kata hati mampu menciutkan nyali sendiri.
tapi, aku tak pernah takut mati apalagi rasa takut pada hal yang tak mendasar. aku lebih takut kehilangan orang-orang yang kusayang dari pada berjumpa dengan malaikat pencabut nyawa.
"Angkara Palagan" telah kumasuki dengan gerombolan setan roban dibelakangku juga segenap Lampor Nyai Roro Kidul. untuk menambah batalyon pertempuran ini aku sempat membai'at anjing-anjing jalang depan rumah semalam yang kini resmi menjadi pengikutku.
hujan tercurah dari langit sebagai pertanda dimulai retaknya bumi yang kupijak ini. dengus-dengus hidup-mati, nafas-nafas menang-kalah tertiup ditengah-tengah pertempuran.
dan..
jatuh tubuh seseorang didepanku, warnanya merah hati. hati yang mati. ujung gaman lawan telah melubangi perutnya.
hujan semakin ganas mengalirkan darah-darah mansia yang gagal menjadi "Satria Piningit".
satria itu hidup! bukan mati!
akupun begitu meluap demi gelar kesatriaanku. badanku melayang-layang menghindari panah beracun.
sampai diakhir pertempuran, aku melihat sekilat cahaya yang membentuk keris. melayang cepat menuju kepalaku, aku rasa ada benarnya kata hati.
aku akan mati?
tidak!
Ratu Serigala menyumbangkan nyawanya untukku, dia melompat kedepan menghadang sebilah keris yang berhenti dipangkal tenggorokannya.
tak sempat aku ucapkan "matur suwun" kepadanya.
diam-diam datang seorang pengecut sejati menusukku dari belakang.
aku tekapar jatuh dengan semburan merah hati di punggung.
malam kembali datang menggagahi bumi.
perang telah berakhir.
aku mati.
mbrebes mili jare wong jowo.
***
TARUHAN, kalian pasti tak percaya bahwa dua malam terakhir aku tidur dengan seekor Serigala betina.
malam. satu-dua nafas kurasakan begitu bernafsu, baunya asing. tak seperti nafas-nafsu manusia diranjang prostitusi menengah.
tubuh kubaringkan miring, dia memelukku dari belakang, perutnya menempel dipunggungku, begitu halus.
mataku pelan-pelan menyorot belakang punggung dan tampaklah Serigala betina yang aktif mendenguskan nafasnya ditengkukku. kaki depannya ditekuk diatas lenganku dengan sesekali lidahnya menjulur menempel tengkuk untuk memberikan isyarat titik klimaksnya.
kudengar anjing-anjing melolong dijalanan depan rumah, suaranya begitu jalang waktu sampai ditelingaku. seperti supporter bola, mereka membuat kerusuhan dijalanan atau malah menyoraki Sang Ratu Serigala yang ada dibelakangku? entah.
yang kutahu, yang kupikirkan, yang terpusat dalam pikirku hanya keesokkan hari. hari dimana aku menentukan panjang-pendek umurku.
ya, selayaknya kebudayaan kerajaan. aku harus menunjukkan kekuatan dengan menundukkan lawan untuk sekedar ekspansi wilayah, memamerkan kekuatan atau memenuhi sumpah yang pernah dilaksanakan Gajahmada dalam "Sumpah Amukti Palapa"
aku harus perang esok hari!
***
esoknya.
pagi ini tak memenuhi persyaratan untuk disebut pagi.
pagi yang gelap, matahari seakan takut melihat pertempuran yang akan terjadi padaku. pikirku ini pasti perbuatan pawang hujan!. bagaimana tidak? awan gelap begitu tebal, serta angin meniupkan aba-aba siap menjatuhkan keringat, tapi pawang hujan berhasil menahannya dengan rapalan-rapalan jawa kuno.
namun, hatiku kecilku berbeda. pelan-pelan lubuk terdalam menyeruapkan suara ketakutan dan menguap sampai langit membuat matahari tak sampai hati menyaksikan kematianku hari ini.
terkadang percaya kata hati sama konyolnya dengan kiai-kiai sinetron yang berdakwah didalam kotak kaca itu! terkadang pula, kata hati mampu menciutkan nyali sendiri.
tapi, aku tak pernah takut mati apalagi rasa takut pada hal yang tak mendasar. aku lebih takut kehilangan orang-orang yang kusayang dari pada berjumpa dengan malaikat pencabut nyawa.
***
"Angkara Palagan" telah kumasuki dengan gerombolan setan roban dibelakangku juga segenap Lampor Nyai Roro Kidul. untuk menambah batalyon pertempuran ini aku sempat membai'at anjing-anjing jalang depan rumah semalam yang kini resmi menjadi pengikutku.
hujan tercurah dari langit sebagai pertanda dimulai retaknya bumi yang kupijak ini. dengus-dengus hidup-mati, nafas-nafas menang-kalah tertiup ditengah-tengah pertempuran.
dan..
jatuh tubuh seseorang didepanku, warnanya merah hati. hati yang mati. ujung gaman lawan telah melubangi perutnya.
hujan semakin ganas mengalirkan darah-darah mansia yang gagal menjadi "Satria Piningit".
satria itu hidup! bukan mati!
akupun begitu meluap demi gelar kesatriaanku. badanku melayang-layang menghindari panah beracun.
sampai diakhir pertempuran, aku melihat sekilat cahaya yang membentuk keris. melayang cepat menuju kepalaku, aku rasa ada benarnya kata hati.
aku akan mati?
tidak!
Ratu Serigala menyumbangkan nyawanya untukku, dia melompat kedepan menghadang sebilah keris yang berhenti dipangkal tenggorokannya.
tak sempat aku ucapkan "matur suwun" kepadanya.
diam-diam datang seorang pengecut sejati menusukku dari belakang.
aku tekapar jatuh dengan semburan merah hati di punggung.
***
malam kembali datang menggagahi bumi.
perang telah berakhir.
aku mati.
mbrebes mili jare wong jowo.
*guru mode ON*
BalasHapuswah, fantasi mu keren sekali. Tumben bahasa n tutur kata mu halus..
Biasa kasar semua...
*guru mode OFF*
wew, tumben lo bs ngomong pake bahasa halus gitu, biasa kebun binatang lo bawa2 bkwakkakka...
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. semoga amal ibadahnya diterima
BalasHapusBukan jalaludin rumi, bukaaan..
BalasHapusmkashy buat kunjungan dan komentarnyaa :D
BalasHapusmaksih y dah mampir dan baca2 d blog aq,,,
BalasHapuswehhh,,
kata2 nya,
mantrap ni
salm kenal dari umy dah
berfantasi ria
BalasHapusmemadu kata-kata apik
mantap bro
met sore bro
BalasHapussalam kenal balik maaf baru bisa main kesini... selamat siang
BalasHapusceritanya bagus
BalasHapusmaaf baru bisa ke sini