Ada yang bodoh tapi tertutupi di Indonesia ini. gerakan saling membodohi yang sengaja disuburkan.
dengan tingkat Seni-Budaya yang luar biasa tinggi dan luas (bahkan tak terjamah)Indonesia seharusnya mampu berdiri di garda depan dunia. jadi kita tak perlu membesar-besarkan kehadiran Obama di Indonesia, karena kita yang seharusnya mempimpin!.
Salah satunya juga karena seni-budaya, beberapa intelektual post-modern menyatakan "negara yang berpeluang mempimpin dunia di tahun 2050 adalah Brazil dan Indonesia!"
sayangnya, 2012 sudah kiamat..
***
malam itu rembulan kelima sejak pembukaan "Festival Seni Surabaya" dan bertepatan dengan Hari Pahlawan. Ada banyak pertunjukan yang hukumnya "sunnah" untuk disaksikan. di Gelora Tambaksari terdapati ribuan "cucu Adam" berseragam hijau-hijau menyaksikan pertandingan Surabaya FC VS Belanda, di Tugu Pahlawan ada ribuan "cucu Siti Hawa" menikmati sajian musik band populer saat ini dengan aneka dandanan untuk mearik perhatian. juga berbagai pertunjukkan yang tak sempat saya catat.
tapi saya memilih "merenung" ditempat lain, saya diajak merenung tentang perkembangan anak-anak kecil dilingkungan pelacuran Kremil oleh pentas Teater "rembulan Di Atas Kremil" dari Teater Berdaya Bangunsari Surabaya.
dalam naskah itu diceritakan alasan dasar empat "mantan gadis" sebelum mereka menyajikan dirinya dilokalisasi Kremil, ada Dara yang putus sekolah sejak SMP dan pacarnya adalah orang pertama yang mengajaknya masuk lingkup kriminal, sampai akhirnya dia dicekoki dan diperkosa ramai-ramai oleh pacar dan teman pacarnya. Ada "ilmu kekinian" yang dapat ditarik bahwa; banyak anak muda yang lebih fokus dengan pacarnya ketimbang dirinya. Saya jadi ingat pesan dari seorang Pastur: "hiduplah bersama orang yang lebih mencintaimu, bukan orang yang lebih kamu cintai"
sampai di titik nadir, Dara melarikan diri menjadi pelacur di Tretes, ada juga peran yang sengaja dijual oleh suaminya tanpa dibayar sepeserpun, sementara suaminya sibuk memenuhi dunianya sendiri. Dan yang paling miris, anak-anak kecil yang duhantui oleh "masa depan ranjang". Masa dimana dirinya harus menjual kelamin manusianya dengan harga binatang, masa dimana mereka harus pasrah dikerangkeng rupiah dengan alasan bertahan hidup, masa dimana mereka menyaksikan rembulan diatas Kremil sambil manja berkata "mas, gak mampir ta?"
Pentas Teater yang disutradarai Zainuri itu dimulai pukul 20:00 dan selesai sejam kemudian.
sesudahnya, masih dalam rangkaian "Festival Seni Surabaya" ada pentas Teater Teku dari Yogyakarta yang mementaskan lakon "Kintir" di pelataran Balai Pemuda.
saya merasa ditampar-tampar bahwa pentas teater tidak hanya dilakukan di gedung pertunjukan tapi di pelataranpun bisa!.
ini pertamakali saya melihat teater outdoor dengan penonton membentuk tapl kuda, biasanya saya terpaku pada sebuah panggung dan pemain yang berorientasi depan panggung. Disini tidak!. Saya merasakan dimensi yang lebih luas, dengan orientasi tak terbatas. Benar-nemar komtemporer!.
Teater Teku menyajikan mozaik antara Epos Mahabarata dengan kehidupan masyarakat pedesaan.
setiap segmen cerita seperti ditumpuk menjadi gerakan-gerakan teatrikal yang minim dialog tapi luas makna.

"kintir" berkisah tentang Dewi Gangga yang turun ke bumi dengan tugas melahirkan delapan wasu yang dikutuk menjadi manusia, tujuh anak diantaranya dihanyutkan di sungai tertinggal anak terakhir yaitu Dewabrata yang kelak dikenal sebagai Bisma.
lalu kisah ditumpuk dengan teks rekaan tentang ibu yang melahirkan delapan anak karena diperkosa, namun tujuh anaknya hilang tanpa sebab yang jelas.
Hingga pada suatu hari, ada tiga anak kecil yang mencari ikan di sungai. Teater Teku berhasil mengolah dialog dengan bahasa yang dekat dengan publik Surabya.
Ditengah keasyikan mencari ikan, Anto, salah satu dari mereka hilang "kintir" (hanyut) di sungai. dua temannya merasa takut dengan tragedi ini dan "surup" (pergantian siang menuju petang) tiba, segerombolan dedemit sungai menari-nari diiringi jerit ibu yang mencari buah hati.
Lalu munculah Bisma, putra terakhir dari Dewi Gangga berbicara dengan bahasa dramatik.
Sampai disini penonton berhak mengimajinasikan cerita dengan perspektif masing-masing.
***
jadi, kenapa harus menonton Teater?
Teater selalu mengangkat tema yang jauh dari film-film bioskop pada umumnya. Film bioskop terkurung oleh keinginan pasar, sementara teater membentuk dirinya sendiri dengan garis equator sejarah, foklor atau masalah sosial.
Peran di film juga sangat baku dan membosankan, jika dibandingkan dengan teater yang bebas lepas pakem, teater adalah tontonan alternatif cerdas dengan misi mempertahankan atau memperkenalkan Seni-Budaya yang lama ditelan gedung-gedung bioskop yang hampir selalu memutar film-film horror semi porno.
Tak jarang gerakan teatrikal yang penuh muatan kritik sosial atau dialog-dialog teater yang penuh pesan moral mampu menginspirasi sekaligus menyadarkan bahwa kita telah lama tidur di gedung bioskop.
Kenapa harus Teater?
Jawab setelah menyaksikan Teater.
*foto dirampok dari sini
dengan tingkat Seni-Budaya yang luar biasa tinggi dan luas (bahkan tak terjamah)Indonesia seharusnya mampu berdiri di garda depan dunia. jadi kita tak perlu membesar-besarkan kehadiran Obama di Indonesia, karena kita yang seharusnya mempimpin!.
Salah satunya juga karena seni-budaya, beberapa intelektual post-modern menyatakan "negara yang berpeluang mempimpin dunia di tahun 2050 adalah Brazil dan Indonesia!"
sayangnya, 2012 sudah kiamat..
***
malam itu rembulan kelima sejak pembukaan "Festival Seni Surabaya" dan bertepatan dengan Hari Pahlawan. Ada banyak pertunjukan yang hukumnya "sunnah" untuk disaksikan. di Gelora Tambaksari terdapati ribuan "cucu Adam" berseragam hijau-hijau menyaksikan pertandingan Surabaya FC VS Belanda, di Tugu Pahlawan ada ribuan "cucu Siti Hawa" menikmati sajian musik band populer saat ini dengan aneka dandanan untuk mearik perhatian. juga berbagai pertunjukkan yang tak sempat saya catat.
tapi saya memilih "merenung" ditempat lain, saya diajak merenung tentang perkembangan anak-anak kecil dilingkungan pelacuran Kremil oleh pentas Teater "rembulan Di Atas Kremil" dari Teater Berdaya Bangunsari Surabaya.
dalam naskah itu diceritakan alasan dasar empat "mantan gadis" sebelum mereka menyajikan dirinya dilokalisasi Kremil, ada Dara yang putus sekolah sejak SMP dan pacarnya adalah orang pertama yang mengajaknya masuk lingkup kriminal, sampai akhirnya dia dicekoki dan diperkosa ramai-ramai oleh pacar dan teman pacarnya. Ada "ilmu kekinian" yang dapat ditarik bahwa; banyak anak muda yang lebih fokus dengan pacarnya ketimbang dirinya. Saya jadi ingat pesan dari seorang Pastur: "hiduplah bersama orang yang lebih mencintaimu, bukan orang yang lebih kamu cintai"
sampai di titik nadir, Dara melarikan diri menjadi pelacur di Tretes, ada juga peran yang sengaja dijual oleh suaminya tanpa dibayar sepeserpun, sementara suaminya sibuk memenuhi dunianya sendiri. Dan yang paling miris, anak-anak kecil yang duhantui oleh "masa depan ranjang". Masa dimana dirinya harus menjual kelamin manusianya dengan harga binatang, masa dimana mereka harus pasrah dikerangkeng rupiah dengan alasan bertahan hidup, masa dimana mereka menyaksikan rembulan diatas Kremil sambil manja berkata "mas, gak mampir ta?"
Pentas Teater yang disutradarai Zainuri itu dimulai pukul 20:00 dan selesai sejam kemudian.
sesudahnya, masih dalam rangkaian "Festival Seni Surabaya" ada pentas Teater Teku dari Yogyakarta yang mementaskan lakon "Kintir" di pelataran Balai Pemuda.
saya merasa ditampar-tampar bahwa pentas teater tidak hanya dilakukan di gedung pertunjukan tapi di pelataranpun bisa!.
ini pertamakali saya melihat teater outdoor dengan penonton membentuk tapl kuda, biasanya saya terpaku pada sebuah panggung dan pemain yang berorientasi depan panggung. Disini tidak!. Saya merasakan dimensi yang lebih luas, dengan orientasi tak terbatas. Benar-nemar komtemporer!.
Teater Teku menyajikan mozaik antara Epos Mahabarata dengan kehidupan masyarakat pedesaan.
setiap segmen cerita seperti ditumpuk menjadi gerakan-gerakan teatrikal yang minim dialog tapi luas makna.
"kintir" berkisah tentang Dewi Gangga yang turun ke bumi dengan tugas melahirkan delapan wasu yang dikutuk menjadi manusia, tujuh anak diantaranya dihanyutkan di sungai tertinggal anak terakhir yaitu Dewabrata yang kelak dikenal sebagai Bisma.
lalu kisah ditumpuk dengan teks rekaan tentang ibu yang melahirkan delapan anak karena diperkosa, namun tujuh anaknya hilang tanpa sebab yang jelas.
Hingga pada suatu hari, ada tiga anak kecil yang mencari ikan di sungai. Teater Teku berhasil mengolah dialog dengan bahasa yang dekat dengan publik Surabya.
Ditengah keasyikan mencari ikan, Anto, salah satu dari mereka hilang "kintir" (hanyut) di sungai. dua temannya merasa takut dengan tragedi ini dan "surup" (pergantian siang menuju petang) tiba, segerombolan dedemit sungai menari-nari diiringi jerit ibu yang mencari buah hati.
Lalu munculah Bisma, putra terakhir dari Dewi Gangga berbicara dengan bahasa dramatik.
Sampai disini penonton berhak mengimajinasikan cerita dengan perspektif masing-masing.
***
jadi, kenapa harus menonton Teater?
Teater selalu mengangkat tema yang jauh dari film-film bioskop pada umumnya. Film bioskop terkurung oleh keinginan pasar, sementara teater membentuk dirinya sendiri dengan garis equator sejarah, foklor atau masalah sosial.
Peran di film juga sangat baku dan membosankan, jika dibandingkan dengan teater yang bebas lepas pakem, teater adalah tontonan alternatif cerdas dengan misi mempertahankan atau memperkenalkan Seni-Budaya yang lama ditelan gedung-gedung bioskop yang hampir selalu memutar film-film horror semi porno.
Tak jarang gerakan teatrikal yang penuh muatan kritik sosial atau dialog-dialog teater yang penuh pesan moral mampu menginspirasi sekaligus menyadarkan bahwa kita telah lama tidur di gedung bioskop.
Kenapa harus Teater?
Jawab setelah menyaksikan Teater.
*foto dirampok dari sini
Hoho! Interesting article!
BalasHapusEmang sih sekarang kebanyakan film di indonesia itu sebenernya pada bo*ep semua.
Aku sendiri kadang juga heran,kenapa harus ada UU APP kalau film bioskop yang kebanyakan kaya gitu aja ada UUnya juga.. Entahlah,aku memang nggak tahu menahu soal hukum...
Dan semoga jika tahun 2050 masih terlaksana,semoga Indonesia bukanlah negara yang memimpin di bidang kebokepan!(?)