Diluar sana hujan menderas,iseng saja saya mengintip dari jendela. Nampak segerombol angin menabrak pohon jambu dengan sangat urakan.
Ditanah dataran tinggi ditambah angin yang mengoyak pakaian rasanya kita pantas menikmatinya dengan sedikit leyeh-leyeh, leha-leha atau cote-hale disebuah kursi panjang dengan suguhan es serut. oh maksud saya teh hangat.
Matahari saja sedang malas, apaladi manusianya?
mata saya menatap jauh ke langit sampai saya terbawa emosi kecil di suatu hari.
***
Buku Andrea Hirata betajuk "Laskar Pelangi" sudah pernah saya khatamkan, buku yang berkisah tentang mimpi-mimpi anak kecil yang terwujud setelah mereka dewasa.
ya, masa kecil yang hampir selalu penuh kelucuan imajinasi, karena hanya dimasa kecil kita bisa mengatakan awan yang berbentuk lumpur lapindo itu menyerupai Benua Eropa, sampai-sampai kita berani bermimpi untuk kuliah di Oxford University atau Cotnell University.
masa kecil tidak pernah mau-tau tentang apa yang terjadi kemudian. yang wajib diketahui adalah: "Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh maha mendengar"
masa kecil saya terbilang cukup labil untuk mencatat cita-cita, seusai menonton film Detektif Conan saja saya bisa meneliti segala hal yang berbau kejahatan, apalagi saat kecil saya pernah menamatkan buku Aryono Grandi -namun saya lupa judulnya- yang berlatar detektif. langsung saja saya berjalan mengendap-endap dengan gaya memegang postol padahal botol lalu bersembunyi di balik pintu dan menggebraknya sambil menembak puluhan orang padahal kamar itu kosong.
cita-cta ini terancam gagal karena saya tahu di Indonesia tidak ada SMK-Teknik Detektif, Akademi Detektif atau Kursus Detektif singkat bersertifikat ISO.
Musik favorit saya waktu kecil adalah suara-suara cadas dari band macam Jamrud.
Jamrud telah menjadi ruang tersendiri dari tubuh saya, dimana Jamrud mampu mengatur emosi saya. sontak saja saya bermimpi menjadi Rockstar, mimpi yang lucu bagi orang dewasa namun saya mengagguminya.
sampai hampir disetiap mandi sore saya latihan take-vocal sambil jingkrak-jingkrak dengan botol sampo sebagai mic-nya.
diluar rumah ada teman akrab bernama eko. si eko ini saya nilai cukup cerdas, dengan dirangsang dengan majalah Bobo Eko menerangkan pada saya proses terbentukna air mata. dimasa sekecil anak SD pula Eko bercerita pada saya ingin membuat Kincir Angin atau pembangkit Listrik tenaga angin seperti di Belanda. bayangkan! masih SD!
setiap kali Eko bercerita tentang ilmiah niat iblis saya selalu muncul untuk meracuninya dengan sepak bola. disini, dengan mencetak 2-3 gol saja saya sudah sesumbar untuk bertekad menjadi pemain sepak bola!
apalagi Om saya waktu itu pemain Persebaya bernomor punggung 12 dan tercantum sebagai pemain Timnas Indonesia. Yusuf Ekodono namanya.
semakin sombonglah saya sambil memamerkan darah sepak bola campur detektif bersuara rocker.
paginya, di SDN 252 Surabaya saya bersebelahan dengan murid pindahan dari Jawa Tengah. Ibnu namanya.
si Ibnu ini juga masuk golongan cerdas, terbukti dari berkali-kali saya mencontek tugasnya. Atas nama teman dekat, saya dan Ibnu membentuk konspirasi busuk untuk mengerjakan tugas bersama dengan Ibnu sebagai pemikir dan saya sebagai pengawas.
Ibnu teman saya ini sering sekali menawari saya pergi ke Suriname saat dewasa kelak, dan seringkali juga hanya menjawab tawarannya dengan diam saja.
Suriname menjadi negeri yang menarik bagi Ibnu kecil karena disana banyak orang jawa yang mungkin medok-nya sama dengannya.
saya menarik garis keras bahwa cita-cita itu tidak penting!, karena menurut analisis masa kecil saya cita-cita yang patut dibanggakan hanyalah menjadi detektif, pemain sepak bola dan seorang rocker, mungkin kalau bisa; pemain sepak bola bersuara rockstar yang nyambi jadi detektif.
disela keheranan saya dengan teman-teman yang maha cerdas, saya kagum dengan mereka, mereka mampu menjadi penopang nilai saya disaat saya benar-benat jeblok. bagaimana tidak? mereka bersekolah dengan terkesiap menerima guyuran ludah guru yang muncrat-muncrat saat menerangkan, sedang saya untuk sekedar bertahan menahan kantuk saat guru menerangkan saja sudah merasa berprestasi.
***
begitulah masa kecil, yang penuh impian yang kadang berbeda dengan apa yang terjadi di episode selanjutnya. tapi, sekali lagi. Jangan remehkan impian masa kecil.
Ditanah dataran tinggi ditambah angin yang mengoyak pakaian rasanya kita pantas menikmatinya dengan sedikit leyeh-leyeh, leha-leha atau cote-hale disebuah kursi panjang dengan suguhan es serut. oh maksud saya teh hangat.
Matahari saja sedang malas, apaladi manusianya?
mata saya menatap jauh ke langit sampai saya terbawa emosi kecil di suatu hari.
***
Buku Andrea Hirata betajuk "Laskar Pelangi" sudah pernah saya khatamkan, buku yang berkisah tentang mimpi-mimpi anak kecil yang terwujud setelah mereka dewasa.
ya, masa kecil yang hampir selalu penuh kelucuan imajinasi, karena hanya dimasa kecil kita bisa mengatakan awan yang berbentuk lumpur lapindo itu menyerupai Benua Eropa, sampai-sampai kita berani bermimpi untuk kuliah di Oxford University atau Cotnell University.
masa kecil tidak pernah mau-tau tentang apa yang terjadi kemudian. yang wajib diketahui adalah: "Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh maha mendengar"
masa kecil saya terbilang cukup labil untuk mencatat cita-cita, seusai menonton film Detektif Conan saja saya bisa meneliti segala hal yang berbau kejahatan, apalagi saat kecil saya pernah menamatkan buku Aryono Grandi -namun saya lupa judulnya- yang berlatar detektif. langsung saja saya berjalan mengendap-endap dengan gaya memegang postol padahal botol lalu bersembunyi di balik pintu dan menggebraknya sambil menembak puluhan orang padahal kamar itu kosong.
cita-cta ini terancam gagal karena saya tahu di Indonesia tidak ada SMK-Teknik Detektif, Akademi Detektif atau Kursus Detektif singkat bersertifikat ISO.
Musik favorit saya waktu kecil adalah suara-suara cadas dari band macam Jamrud.
Jamrud telah menjadi ruang tersendiri dari tubuh saya, dimana Jamrud mampu mengatur emosi saya. sontak saja saya bermimpi menjadi Rockstar, mimpi yang lucu bagi orang dewasa namun saya mengagguminya.
sampai hampir disetiap mandi sore saya latihan take-vocal sambil jingkrak-jingkrak dengan botol sampo sebagai mic-nya.
diluar rumah ada teman akrab bernama eko. si eko ini saya nilai cukup cerdas, dengan dirangsang dengan majalah Bobo Eko menerangkan pada saya proses terbentukna air mata. dimasa sekecil anak SD pula Eko bercerita pada saya ingin membuat Kincir Angin atau pembangkit Listrik tenaga angin seperti di Belanda. bayangkan! masih SD!
setiap kali Eko bercerita tentang ilmiah niat iblis saya selalu muncul untuk meracuninya dengan sepak bola. disini, dengan mencetak 2-3 gol saja saya sudah sesumbar untuk bertekad menjadi pemain sepak bola!
apalagi Om saya waktu itu pemain Persebaya bernomor punggung 12 dan tercantum sebagai pemain Timnas Indonesia. Yusuf Ekodono namanya.
semakin sombonglah saya sambil memamerkan darah sepak bola campur detektif bersuara rocker.
paginya, di SDN 252 Surabaya saya bersebelahan dengan murid pindahan dari Jawa Tengah. Ibnu namanya.
si Ibnu ini juga masuk golongan cerdas, terbukti dari berkali-kali saya mencontek tugasnya. Atas nama teman dekat, saya dan Ibnu membentuk konspirasi busuk untuk mengerjakan tugas bersama dengan Ibnu sebagai pemikir dan saya sebagai pengawas.
Ibnu teman saya ini sering sekali menawari saya pergi ke Suriname saat dewasa kelak, dan seringkali juga hanya menjawab tawarannya dengan diam saja.
Suriname menjadi negeri yang menarik bagi Ibnu kecil karena disana banyak orang jawa yang mungkin medok-nya sama dengannya.
saya menarik garis keras bahwa cita-cita itu tidak penting!, karena menurut analisis masa kecil saya cita-cita yang patut dibanggakan hanyalah menjadi detektif, pemain sepak bola dan seorang rocker, mungkin kalau bisa; pemain sepak bola bersuara rockstar yang nyambi jadi detektif.
disela keheranan saya dengan teman-teman yang maha cerdas, saya kagum dengan mereka, mereka mampu menjadi penopang nilai saya disaat saya benar-benat jeblok. bagaimana tidak? mereka bersekolah dengan terkesiap menerima guyuran ludah guru yang muncrat-muncrat saat menerangkan, sedang saya untuk sekedar bertahan menahan kantuk saat guru menerangkan saja sudah merasa berprestasi.
***
begitulah masa kecil, yang penuh impian yang kadang berbeda dengan apa yang terjadi di episode selanjutnya. tapi, sekali lagi. Jangan remehkan impian masa kecil.
Komentar
Posting Komentar
PINERANG BLOG
TERBIT SEMAMPUNYA SEJAK 2008