Menggenjot Sepeda

Bebas polusi dan sehat, begitulah slogan yang selalu dikoarkan oleh mayoritas pecinta sepeda, sebenarnya bukan hanya itu.

Saya sendiri suka naik sepeda karena belum bisa kredit motor Suzuki Satria, itu sebabnya betis saya selintas mirip perut kucing hamil.



Setiap kali pulang ke Surabaya, minggu pagi (pagi sekali) saya sudah mengayuh sepeda, tujuan saya pasti ke tempat kesenian, gedung-gedung tua dan ujung-ujungnya ke Car Free Day.

Keren, kalau saya lihat satu jalan orang-orang naik sepeda bareng.

Sama keluarga, anak di bonceng di belakang, sama teman sekolah beriringan, sama pacar mungkin pacarnya diikat di ban belakang biar kelihatan mesranya.



Saya sudah lupa kapan terakhir kali ke Car Free Day, sekarang minggu pagi saya diisi dengan nyetrika baju.

Aduh, berbanding terbalik ya?



Tapi tidak untuk minggu kemarin, saya mengikuti Fun Bike yang diadakan untuk memperingati HARDIKNAS (hari menghardik nasional) tempatnya di GOR Ken Arok Malang.

Pikiran saya bakal banyak akademisi yang mengikuti Fun Bike ini, ternyata itu salah, sama sekali tak terlihat ada pelajar disini. yahh.. Barang satu-dua mahasiswa sih ada.

Malah lebih banyak bapak-bapaknya, ada yang rambutnya sudah putih mengkilat, ada yang kumisnya sudah mirip buntut kuda juga.

Tidak tepat sasaran, begitulah menurut saya.



Cukup dengan membeli karcis RP 20.000 peserta sudah mendapatkan satu kupon undian.

Fun Bike kali ini terdiri dari dua rute, 15 km dan 30 km.

Jujur saya gengsi kalau mau ambil jalur 15 kilo, akhirnya saya ambil yang 30 kilo walau akhirnya lidah saya jadi mirip dasi dan engsel kaki rasanya mau "njepat". ("njepat" ini bahasa Surabaya, saya ngga ngerti apa bahasa Indonesianya)



Selama perjalanan saya habiskan waktu sambil nelfon, dengerin musik, nyapa orang-orang dijalan sambil melambaikan tangan mirip Ratu Elizabeth keluar Istana dan memberi semangat peserta bapak-bapak yang tidak kuat di tanjakkan.



"ayo pak.. Ayo pak.. Kurang 200 meter lagi" kata saya memberi semangat, walau si bapak sudah tahu kalau rutenya masih kurang 20 kilo lagi.



Garis finisnyapun sama, berada di Gor Ken Arok juga, ditempat sudah ada penjual pernak-pernik sepeda, hasil jepretan foto, hiburan musik dan undian Door Prize ( Door = pintu, Prize =hadiah, Door Prize = berhadiah pintu)

ada kulkas, sepeda, hp dan motor yang akan diundi.



Melihat ratusan peserta dan setiap peserta masing-masing membawa karcis undian lebih dari dua saya jadi tidak tertarik ke depan panggung, saya pasrahkan selembar karcis pada yang diatas.

(emang siapa yang diatas? Tuh lihat, burung perkutut.)



Sepeda saya naikkan kembali ke Truk lalu saya memilih berteduh di selasar Gor Ken Arok, semakin tak yakin dengan peluang membawa pulang hadiah utama saya beranjak dari tempat dan naik ke truk.



Di dalam truk saya tertidur cukup lama, tahu-tahu sudah tiga kali bulan puasa saya lewati dengan tidur di truk.



Bukan karena hadiah yang besar kita seharusnya bersepeda, polusi tidak bisa hilang dengan semboyan atau jargon-jargon di sepanjang jalan.

Sebab kucing tidak bisa mengendarai Honda Vario, kambingpun belum punya SIM A untuk mengemudi Toyota Avanza.

Lalu siapa lagi yang akan peduli?



Di ujung-ujungnya memang saya jadi seperti ketua komunitas penanam bakau dan penggagas penanaman sejuta pohon di kebun teh gini.
Padahal saya sendiri sepedapun pinjam.
Ck...

Komentar