Sore itu menjelang Maghrib saya baru saja dibelikan bola plastik oleh Budhe saya, benda yang waktu itu saya anggap ajaib karena bisa membuat saya bersumpah untuk menjadi pemain sepak bola, sedikit konyol memang karena saya yang mungkin sejak kecil sudah ditasbihkan menjadi model harus bersusah payah menjadi pemain bola.
Sepak bola adalah racun positif bagi saya, racun itu datang dari Pakdhe saya, setiap kali ada pertandingan Persebaya saya selalu diajak menonton, entah itu di TV, di stadion maupun mendengarkan radio di pojok rumah dan hanya berdua. Ini urusan laki-laki pikirku.
Dari beliau saya tahu banyak hal tentang Sepak bola, mulai pemain-pemain sampai fanatisme tentang stiker bertuliskan "PERSEBAYA IDOLAKU" yang ditempel dipintu kamarnya.
Berbekal bola plastik tersebut saya tak kenal waktu dan tempat saat bermain bola, dijalanan, di teras rumah, ruang TV sampai ruang tamu, lawannya jelas tak asing lagi yaitu Pakdhe saya sendiri dan hal ini sudah memakan korban jam dinding yang terjatuh sampai pecah dan kaca almari ruang tamu pecah pula kena tendangan saya Sungguh masa kecil yang binal.
"Gus, kamu mau ikut Sekolah Sepak Bola nggak?" tanya Pakdhe saya
saya tak berpikir panjang dan saya rasa di otak saya waktu itu tidak ada kata "tidak mau".
Mulai minggu itu pula saya berlatih sepak bola secara Profesional di "Sekolah Sepak Bola Bina Yunior Surabaya" yang di asuh langsung oleh Om saya yang pemain Timnas dan pemain Persebaya, Yusuf Ekodono. (Where are you now, my coach?)
Setiap minggu pagi saya diantar oleh Pakdhe saya ke tempat latihan tersebut dan saya masih ingat betul saya bernomor punggung 2 dengan kaos berwarna merah.
Gugup, Malu saya rasakan ketika pertama kali masuk SSB, saya tak kenal siapapun disini, tapi ternyata ada satu anak yang sebelumnya sudah saya kenal, Fandi Eko Utomo, putra dari Om saya yang pemain Timnas tersebut.
Semua teman berlatih sangat bersahabat namun saya merasa lebih 'klop' dengan Fandi. Latihan mengoper bola, berlari memutari lapangan semuanya kami bersebelahan yang beda mungkin hanya saat bertanding lawan Tim lain Fandi lebih sering menjadi pemain inti dan saya lebih akrab dengan kursi penonton.
Lewat Bina Yunior pula saya dekat dengan Pemain-pemain Persebaya kala itu, saat persebaya mampu menjuarai liga Kansas pada musim 1996-1997 saya beserta Pakdhe saya diundang dalam pesta perayaan juara Persebaya di kediaman Om Yusuf, berbaur menyatu dengan tim official dan semua pemain Persebaya sungguh pengalaman yang luar biasa di masa kecil saya.
Sempat pula kala itu saya berfoto dengan pemain Persebaya yang bernama Jackson F Tiago dan Carlos De Mello, saking girangnya foto tersebut saya bawa kemana-mana termasuk saat disekolah, namun sekarang entah dimana foto kesayangan saya tersebut, hilang tak diketahui letaknya.
Berlangsung hanya kurang lebih 2 tahun saya aktif, setelah itu dunia menarik saya dari persepakbolaan klub menjadi tim bola kampung, saya lepas dari struktur pelatihan yang teroganisir karena kesibukan Pakdhe saya. sekian tahun lamanya saya tak bertemu dengan Om Yusuf dan Fandi sampai terkhir kemarin saat saya melihat Final Timnas U-23 mampu menjuarai kompetisi ternyata ada salah satu pemain disebut oleh komentator bernama "Fandi Eko" saya terkejut, teman kecil saya itu sekarang benar-benar menjadi pemain sepak bola.
Menurun bakat dari ayahnya, Fandi kini bergabung dalam squad Timnas U-23.
Teruslah berkarya mengukir prestasi cemerlang teman kecilku, sungguh membanggakan pernah berkenalan denganmu.
Tetap rendah hati dan secemerlang minggu pagi saat kita latihan bersama.
Sepak bola adalah racun positif bagi saya, racun itu datang dari Pakdhe saya, setiap kali ada pertandingan Persebaya saya selalu diajak menonton, entah itu di TV, di stadion maupun mendengarkan radio di pojok rumah dan hanya berdua. Ini urusan laki-laki pikirku.
Dari beliau saya tahu banyak hal tentang Sepak bola, mulai pemain-pemain sampai fanatisme tentang stiker bertuliskan "PERSEBAYA IDOLAKU" yang ditempel dipintu kamarnya.
Berbekal bola plastik tersebut saya tak kenal waktu dan tempat saat bermain bola, dijalanan, di teras rumah, ruang TV sampai ruang tamu, lawannya jelas tak asing lagi yaitu Pakdhe saya sendiri dan hal ini sudah memakan korban jam dinding yang terjatuh sampai pecah dan kaca almari ruang tamu pecah pula kena tendangan saya Sungguh masa kecil yang binal.
***
"Gus, kamu mau ikut Sekolah Sepak Bola nggak?" tanya Pakdhe saya
saya tak berpikir panjang dan saya rasa di otak saya waktu itu tidak ada kata "tidak mau".
Mulai minggu itu pula saya berlatih sepak bola secara Profesional di "Sekolah Sepak Bola Bina Yunior Surabaya" yang di asuh langsung oleh Om saya yang pemain Timnas dan pemain Persebaya, Yusuf Ekodono. (Where are you now, my coach?)
Setiap minggu pagi saya diantar oleh Pakdhe saya ke tempat latihan tersebut dan saya masih ingat betul saya bernomor punggung 2 dengan kaos berwarna merah.
Gugup, Malu saya rasakan ketika pertama kali masuk SSB, saya tak kenal siapapun disini, tapi ternyata ada satu anak yang sebelumnya sudah saya kenal, Fandi Eko Utomo, putra dari Om saya yang pemain Timnas tersebut.
Semua teman berlatih sangat bersahabat namun saya merasa lebih 'klop' dengan Fandi. Latihan mengoper bola, berlari memutari lapangan semuanya kami bersebelahan yang beda mungkin hanya saat bertanding lawan Tim lain Fandi lebih sering menjadi pemain inti dan saya lebih akrab dengan kursi penonton.
Lewat Bina Yunior pula saya dekat dengan Pemain-pemain Persebaya kala itu, saat persebaya mampu menjuarai liga Kansas pada musim 1996-1997 saya beserta Pakdhe saya diundang dalam pesta perayaan juara Persebaya di kediaman Om Yusuf, berbaur menyatu dengan tim official dan semua pemain Persebaya sungguh pengalaman yang luar biasa di masa kecil saya.
Sempat pula kala itu saya berfoto dengan pemain Persebaya yang bernama Jackson F Tiago dan Carlos De Mello, saking girangnya foto tersebut saya bawa kemana-mana termasuk saat disekolah, namun sekarang entah dimana foto kesayangan saya tersebut, hilang tak diketahui letaknya.
Berlangsung hanya kurang lebih 2 tahun saya aktif, setelah itu dunia menarik saya dari persepakbolaan klub menjadi tim bola kampung, saya lepas dari struktur pelatihan yang teroganisir karena kesibukan Pakdhe saya. sekian tahun lamanya saya tak bertemu dengan Om Yusuf dan Fandi sampai terkhir kemarin saat saya melihat Final Timnas U-23 mampu menjuarai kompetisi ternyata ada salah satu pemain disebut oleh komentator bernama "Fandi Eko" saya terkejut, teman kecil saya itu sekarang benar-benar menjadi pemain sepak bola.
Menurun bakat dari ayahnya, Fandi kini bergabung dalam squad Timnas U-23.
Teruslah berkarya mengukir prestasi cemerlang teman kecilku, sungguh membanggakan pernah berkenalan denganmu.
Tetap rendah hati dan secemerlang minggu pagi saat kita latihan bersama.
Komentar
Posting Komentar
PINERANG BLOG
TERBIT SEMAMPUNYA SEJAK 2008