Pasukan telah
disiapkan untuk bertempur melawan Kurawa, ini bukan hanya sebagai penentu siapa
yang pantas berdiri lebih tinggi antar lawan namun juga ada percik-percik
dendam di hati prajurit Pandawa yang telah disiksa keluarganya, dirampas harta
bendanya.
“dari pada
aku mati lapar di rumah, lebih baik aku bersimbah darah meralawan kurawa”
Kata seorang
prajurit berbadan sedikit kurus bernama Ajigung
dengan tombak kecil ditangan kirinya. Istrinya sakit, ketiga anaknya perempuan,
satu yang paling besar bertugas menghidupkan dapur lapangan untuk prajurit yang
bertempur dua yang lain merawat ibunya yang sulit bergerak diatas ranjang reot
bekas lungsuran dari Rangga Dumetung, seorang prajurit Sandi Yudha yang selama
ini sudah mengintai koordinat tertentu dari Pasukan Kurawa.
Yudistira bergerak kedepan merangsek
dari banyaknya prajurit-prajuritnya sambil mengepalkan tangannya keatas lalu
memberi aba-aba untuk maju kedepan dengan senjata siap untuk menebas lawan.
Tanah Kurusetra yang menjadi saksi
pertempuran kala itu menjadi sangat menyala, pedang saling silang, darah
mengecer dimana-mana, Pasukan Pandawa
masuk melalui sela-sela formasi perang Kurawa sampai pada akhirnya ada satu
diantaranya yang tersungkur jatuh.
Dia pak Ajigung, prajurit yang
berangkat bertempur tanpa sepengetahuan istrinya yang sedang sakit, mukanya
memucat, tangannya gemetar namun masih erat memegang tombaknya.
Ujung bawah tombaknya menancap
ditanah, badannya tersungkur sambil menunduk
dia berkaca pada percik-percik darah, mukanya semakin pucat dan
pandangannya menjadi kabur, lalu rekannya membopongnya dari samping dan
bertanya “kenapa, pak Ajigung?, dibadanmu tidak ada luka sayatan pedang, kenapa
bapak tersungkur?”
Dengan lemas pak Ajigung menjawab ”aku lupa belum sarapan tadi pagi”
***
Malam itu saya sedang santai di mess
tempat saya istirahat sambil merapikan sprei biru kesayangku (disebut
kesayangan karena belum ada gantinya, kalau lagi dicuci biasanya selimut saya
jadikan sprei untuk sementara waktu. Oke clear!)
Lalu tiba-tiba hape saya bergetar
mengisyaratkan sebuah SMS masuk, kenapa SMS? Bukan BBM? Karena BBM lagi naik,
saya putuskan untuk pakai hape sentuh, maksudnya keypadnya yang disentuh, bukan
layarnya.
Pesan singkat saya baca isinya simpel
tapi menusuk kalbu: “Gus, ke kantor sebentar”
Sialan, malem lagi enaknya istirahat
malah dipanggil ke kantor, sampai ditempat saya sudah duduk di depan komputer
dan mengerjakan ini-itu dengan cukup cepat (tapi banyak salahnya) lantas saya
print produk pekerjaan itu untuk saya setrokan ke kantor pusat, print selesai
saya check ulang lagi produk tersebut dan emmm... satu hal yang keliru dan
fatal, data yang saya cetak malah keliru print.
Setelah melalui beberapa koreksi pada
malam itu, saya setorkan saja data tersebut ke pusat yang sudah sepi dan gelap.
Baru berjalan beberapa langkah saya merasa ada yang aneh di telapak kaki saya,
kaki kanan terasa longgar tapi kaki kiri kok seperti keberatan sepatu kuda
gini?
Saya menunduk dan melihat ada apa di
kaki saya, oh tidak ternyata saya tertukar pakai sendal, kaki kanan pakai
carvil, kaki kiri pakai jepit hijau lusuh dan kekecilan.
Kenapa ya belakangan ini saya jadi
sering lupa?
Pagi-pagi mau sarapan ke kantin saya
malah keliru masuk ruang tamu, alhasil hampir setiap pagi saya sarapan busa
kursi.
Siang juga gitu, mau menanak beras pas
udah beli lauk dan mau makan ehhh... kampret malah tombolnya lupa belum
ditekan, siang itu juga saya makan ayam bakar dengan beras dan kuah dari air
aqua.
Dari berangkat ke kantor sampai pulang
lagi selalu ada suatu hal yang kelupaan, mungkin sibuk kerja itu kurang enak
kalau tidak lupa, sama seperti sayur tanpa sendok. Lantas bagaimana kita
menyikapinya?
Seringnya manusia lupa itu ternyata
disebabkan oleh banyak faktor, yang pertama kurang tidur, gangguan fisik,
alcohol dan banyaknya pekerjaan.
Mari kita bahas satu-persatu:
Kurang
Tidur
Perkerjaan selalu saya potong di jam 9
malam, kecuali tidak ada data yang harus dilembur malam itu, sepulangnya saya
biasakan baca buku sampai jam 10 malam kadang lebih kadang kurang, tapi lebih
banyak kurangnya sih, karena baru satu halaman dibaca mulut sudah menguap tiga
kali.
Bangun biasanya jam setengah atau
tepat jam 5 pagi. Ini rasanya sudah cukup bagi saya walau harus menguap ngantuk
pas masih jam 9 pagi.
Gangguan
Fisik
terus terang saya ngga ngerti gangguan
fisik itu yang seperti apa, saya harus berkonsultasi dan menanyakannya dulu
pada ahli bahasa. Bahasa ibu (ibunya buaya)
Alcohol
Bukan saya tidak macho untuk
menghindari yang gini-gini, tapi emang saya lebih biasa minum air biasa
ketimbang yang gini-gini, dalam tubuh saya sendiri terkandung air 80%
diantaranya 50% air putih. 20% susu dan 10% sisanya adalah kuah sayur.
Banyaknya
Pekerjaan
Nah ini yang paling benar, pekerjaan
sering sekali menumpuk, satu belum dikerjakan sudah datang lagi dua pekerjaan.
Satu data belum disetorkan udah turun
lagi lima data yang harus direvisi, kadang saya pusing, komputer juga ikut
pusing, kami berdua pusing, saya minum air putih sejenak, komputer saya siram
CPU nya, akhirnya komputer mati dan pekerjaan tidak selesai.
Ya seperti itu saya sekarang, lebih
banyak lupa dalam mengarungi bahtera kehidupan, jadi kalau seandainya ada orang
yang memesan sesuatu ke saya namun tidak saya tanggapi bukan karena saya tidak
mau, tapi saya lupa.
Komentar
Posting Komentar
PINERANG BLOG
TERBIT SEMAMPUNYA SEJAK 2008